Harapan Baru dari Kolaka, Perjuangan Melawan Stunting dengan Program Makan Bergizi Gratis

Shen Keanu, Lulopedia Indonesia
Sunday, 16 Feb 2025 - 13:05 Wita

Laporan Oleh: Shen Keanu

LULOPEDIA.ID: KOLAKA – Sebuah kabupaten yang terletak di jantung Sulawesi Tenggara, kini menjadi saksi dari langkah besar dalam perjuangan melawan stunting dan ketimpangan gizi. Hari itu, Jumat, 14 Februari 2025, di Aula Sasana Praja Pemda Kabupaten Kolaka, ratusan orang berkumpul. Mereka datang bukan sekadar untuk menyaksikan acara seremonial, tetapi untuk menjemput harapan baru—harapan akan generasi yang lebih sehat dan kuat.

Sebuah program ambisius diluncurkan, Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas oleh DPR RI bekerja sama dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Program ini bukan sekadar kebijakan, tetapi sebuah gerakan sosial yang diharapkan dapat membawa perubahan nyata bagi masyarakat Kolaka, terutama bagi anak-anak, ibu hamil, serta santri di pesantren.

Namun, pertanyaan yang menggantung di benak banyak orang adalah: mampukah program ini menjawab tantangan gizi di Kolaka dan sekitarnya? Mari kita telusuri lebih dalam.

Creative Preneur

Di hadapan lebih dari 300 peserta yang hadir, Anggota Komisi IX DPR RI, Ahmad Safei, menyampaikan komitmennya terhadap program ini. Dengan suara penuh keyakinan, ia mengumumkan bahwa anggaran sebesar Rp70 triliun telah disetujui oleh Badan Gizi Nasional untuk merealisasikan program Makan Bergizi Gratis di Kolaka.

“Ini adalah kewajiban konstitusional saya sebagai anggota DPR, dan kami dari Komisi IX bersama Badan Gizi Nasional akan memastikan program ini berjalan dengan baik,” ujarnya.

Pernyataan ini mengundang antusiasme sekaligus pertanyaan. Bagaimana anggaran sebesar ini akan dikelola? Dan yang lebih penting, bagaimana program ini akan benar-benar menjangkau mereka yang membutuhkan?

Tak hanya sekadar berbicara di atas podium, Ahmad Safei mengaku telah turun langsung ke lapangan. Ia mengunjungi dapur-dapur masyarakat yang nantinya akan menjadi tulang punggung program ini.

“Saya sudah melihat langsung kondisi dapur di Kolaka. Kami siap mengalokasikan anggaran berapa pun yang dibutuhkan, karena ini bukan hanya soal anggaran, tapi soal masa depan anak-anak kita. Saat ini angka stunting di Kolaka mencapai 21%, dan kita tidak bisa tinggal diam,” ungkapnya.

Program MBG menargetkan 40.000 penerima manfaat yang terdiri dari anak sekolah, santri di pesantren, ibu hamil, dan anak bayi. Untuk merealisasikan target ini, setidaknya 15 dapur umum akan dioperasikan dalam tahap awal. Setiap dapur ditargetkan mampu melayani hingga 3.000 orang per hari.

Namun, fakta yang mengejutkan terungkap: saat ini Kolaka baru memiliki satu dapur MBG yang dikelola langsung oleh BGN. Jumlah ini tentu masih jauh dari cukup. Untuk memenuhi kebutuhan seluruh penerima manfaat, Kolaka diproyeksikan membutuhkan setidaknya 200 dapur MBG.

Dalam pidatonya, Ahmad Safei menegaskan bahwa keberhasilan program ini tidak bisa bergantung hanya pada satu pihak. Ia menyerukan keterlibatan aktif dari berbagai sektor, mulai dari perbankan, pertanian, perikanan, hingga badan pangan.

“Kita tidak bisa hanya bergantung pada satu sumber daya. Semua stakeholder harus berkontribusi. Produksi pangan harus kita tingkatkan. Saya ingin melihat petani kita, nelayan kita, ikut merasakan dampak positif dari program ini,” tegasnya.

Kolaka adalah daerah yang kaya akan sumber daya alam. Potensi pertaniannya luar biasa, begitu pula dengan sektor perikanannya. Jika program ini dijalankan dengan baik, bukan hanya penerima manfaat yang akan terbantu, tetapi juga para petani dan nelayan lokal yang dapat menjadi pemasok utama bahan pangan untuk MBG.

Namun, di balik optimisme ini, ada tantangan besar yang harus dihadapi. Saat ini, belum ada satu pun anak di Kolaka yang telah menerima manfaat dari program ini, meski bulan Februari sudah hampir berakhir.

“Saya tidak ingin menunggu lebih lama lagi. Dapur-dapur baru harus segera dibangun. Kita tidak boleh membiarkan anak-anak kita terus menunggu,” ujar Ahmad dengan nada penuh tekad.

Tantangan lainnya adalah bagaimana memastikan transparansi dan efektivitas penggunaan anggaran. Angka Rp70 triliun adalah jumlah yang luar biasa besar, dan tanpa pengawasan ketat, risiko penyimpangan selalu ada. Untuk itu, keterlibatan masyarakat dalam mengawal jalannya program ini menjadi sangat penting.

Program Makan Bergizi Gratis bukan sekadar tentang memberikan makanan. Ini adalah investasi untuk masa depan. Sebuah upaya untuk menciptakan generasi yang lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih kuat.

Jika program ini berhasil di Kolaka, bukan tidak mungkin akan menjadi model bagi daerah lain di Indonesia. Namun, kesuksesan ini hanya dapat dicapai jika semua pihak bekerja sama, dari pemerintah, dunia usaha, hingga masyarakat sipil.

Saat matahari mulai tenggelam di Kolaka sore itu, harapan pun mulai tumbuh. Harapan bahwa anak-anak Kolaka tidak lagi harus berjuang melawan stunting. Harapan bahwa setiap ibu hamil mendapatkan nutrisi yang layak. Harapan bahwa program ini bukan sekadar janji, tetapi sebuah kenyataan yang akan mengubah hidup banyak orang.***

 

Creative Preneur

Baca Juga

Rekomendasi untuk Anda