LULOPEDIA.ID: Matahari mulai meredup di langit Buton, menandakan sore yang sarat makna pada Kamis, 28 November 2024. Di Kelurahan Lamangga, Kecamatan Murhum, suasana terasa penuh takzim.
Dalam sunyi yang terjaga, sekelompok orang dari Kesultanan Buton bersiap memulai prosesi adat yang telah diwariskan turun-temurun. Ritual ini, pengambilan air suci, adalah langkah awal yang menandai pelantikan Sultan Buton atau Laki Wolio, sebuah peristiwa penting yang akan digelar keesokan harinya.
Bonto Ogena Matanaeyo H. Abdul Wahid, Ketua Yayasan Adat dan Budaya Kesultanan Buton (YABKB), menjelaskan bahwa air pemandian Sultan akan diambil dari delapan mata air yang dianggap keramat.
Mata air ini dipilih secara hati-hati, mencerminkan kedalaman tradisi dan kepercayaan masyarakat Buton terhadap kesucian alam sebagai pemberi kehidupan. Air tersebut kemudian dibawa ke rumah Bontona Peropa, tempat berkumpulnya simbol-simbol adat, untuk dipersiapkan.
Dalam prosesi yang sarat makna, delapan laki-laki dan delapan perempuan yang mengenakan pakaian adat membawa air ini ke Batu Yi Ganda. Batu suci ini terletak di dekat Masjid Agung Keraton Buton dan makam Sultan Murhum, pendiri Kesultanan Buton.
Tarian Galangi, penuh dengan gerak dan irama yang khas, mengiringi perjalanan mereka, menambah khidmat suasana.
Setelah air suci tiba di Batu Yi Ganda, ritual berikutnya dimulai: pemukulan genderang semalam suntuk. Bunyi tabuhan bertalu-talu mengalir sepanjang malam, menciptakan harmoni yang tak hanya menggema di tempat itu, tetapi juga di hati masyarakat yang menyaksikannya.
Tabuhan ini bukan sekadar musik; ia adalah doa yang melangit, harapan yang dipanjatkan untuk pelantikan Sultan Buton yang damai dan sukses.
Jumat pagi, 29 November 2024, rombongan kembali ke Batu Yi Ganda untuk mengambil air suci yang telah didoakan sepanjang malam. Air ini kemudian diantar ke rumah Laki Wolio di Kelurahan Kadolomoko, Kecamatan Wolio.
Di sini, Sultan dan permaisuri menjalani ritual mandi dengan air suci, sebuah simbolisasi penyucian jiwa sebelum mereka mengemban amanah memimpin Kesultanan Buton.
Setelah prosesi mandi, Sultan dan permaisuri bergerak menuju Masjid Agung Keraton Buton untuk melaksanakan salat Jumat. Usai salat, tradisi unik dilaksanakan: pemutaran payung adat. Payung ini, dengan corak dan ukiran khas Buton, diputar di dalam masjid, lalu di Batu Upawa, dan terakhir di Baruga, sebuah balai adat yang menjadi tempat berkumpulnya para tamu dan masyarakat.
Ritual ini menandakan puncak prosesi pelantikan. Dengan berakhirnya pemutaran payung di Baruga, Sultan resmi dinobatkan sebagai pemimpin Kesultanan Buton. Sorak-sorai kegembiraan memenuhi udara, mencerminkan rasa syukur dan harapan baru yang lahir bersama kepemimpinan Sultan.
Abdul Wahid menyatakan harapannya agar seluruh rangkaian acara, yang dihadiri tamu-tamu kehormatan dari berbagai kesultanan dan kerajaan di Nusantara, berlangsung lancar dan penuh hikmat.
Pelantikan ini bukan hanya tentang mengukuhkan seorang pemimpin, tetapi juga tentang menjaga warisan budaya yang telah melewati lintasan waktu, memastikan identitas dan tradisi Kesultanan Buton tetap hidup di tengah modernitas.
Laporan: Shen Keanu