LULOPEDIA.ID: Kota Baubau mendapat sorotan istimewa di panggung internasional ketika Penjabat (Pj) Wali Kota Baubau, Dr. H. Muh Rasman Manafi, menjadi satu-satunya Wali Kota dari Indonesia yang hadir di Nice Climate Summit 2024 di Prancis pada tanggal 26-27 September 2024.
Mengemban amanah langsung dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Indonesia, kehadiran Dr. Rasman di forum ini bukan hanya membawa nama Kota Baubau, tetapi juga memperkenalkan potensi maritim Indonesia di mata dunia.
Nice Climate Summit adalah acara internasional yang pertama kali didedikasikan untuk membahas keanekaragaman hayati dan perubahan iklim. Bertempat di Palais de la Méditerranée, Nice, Prancis, pertemuan ini memfasilitasi pertukaran antar-ahli dari berbagai sektor, termasuk ekonomi, sains, politisi, akademisi, serta masyarakat yang terlibat dalam mencari solusi inovatif untuk isu iklim.
Kota Nice dipilih sebagai lokasi penyelenggaraan karena komitmennya dalam membangun solusi berkelanjutan guna menghadapi konsekuensi perubahan iklim, serta upayanya dalam melestarikan keanekaragaman hayati di kawasan Mediterania.
Mengusung Keunggulan Baubau
Saat dihubungi melalui pesan WhatsApp sebelum presentasinya, Dr. Rasman mengungkapkan harapannya, “Bismillah, lancar presentasi hari ini, bismillah Baubau makin dikenal di kancah internasional.” Pernyataan ini mencerminkan optimismenya dalam mempromosikan Baubau dan memperkenalkan potensi besar yang dimiliki kota ini kepada dunia.
Kedatangan Dr. Rasman disambut langsung oleh Olivier Poivre d’Arvor, Utusan Khusus Presiden untuk Konferensi Kelautan PBB dan Duta Besar untuk Kutub dan Lautan di Kementerian Eropa dan Luar Negeri Prancis.
Pada presentasinya di depan para ahli, peneliti, tokoh politik, dan aktivis iklim dari seluruh dunia, Dr. Rasman mengusung tema “Optimizing Maritime Spatial Planning: Enhancing Global Connectivity” (Optimasi Perencanaan Tata Ruang Maritim: Meningkatkan Konektivitas Global).
Dalam pemaparannya, ia menekankan keunikan Kota Baubau sebagai kota yang memiliki benteng terluas di dunia dengan luas 23.375 hektar dan panjang keliling mencapai 2,740 kilometer. Dibangun sejak abad ke-16, benteng ini menjadi simbol kekuatan dan peran penting Baubau dalam menjaga jalur perdagangan maritim di Indonesia, khususnya di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI)-III yang menghubungkan Asia Timur, Australia, dan Asia Pasifik.
Hub Maritim dan Warisan Sejarah Perdagangan
Dr. Rasman memaparkan bahwa Kota Baubau memiliki visi menjadi hub maritim di Sulawesi dan Indonesia bagian timur. Kota ini memiliki posisi strategis dalam perdagangan dan konektivitas maritim di kawasan Asia Pasifik.
“Untuk mencapai visi tersebut, penataan ruang yang integratif antara darat dan laut menjadi sangat penting, selaras dengan kebijakan nasional dalam penerapan Rencana Tata Ruang Laut Terpadu (IMSP) untuk mendukung pembangunan maritim dan adaptasi terhadap perubahan iklim global,” papar Dr. Rasman dalam bahasa Inggris, sambil menyertakan salam pembuka dengan bahasa Prancis sebagai bentuk penghormatan kepada tuan rumah.
Sebelum mempromosikan Baubau secara khusus, Dr. Rasman membawa ingatan peserta forum pada kepopuleran destinasi wisata Indonesia, seperti Bali dan Wakatobi. Ia bahkan menyebutkan bahwa Jacques Cousteau, penyelam legendaris asal Prancis, pernah menyebut Wakatobi sebagai “surga bawah laut” pada tahun 1990 karena keanekaragaman hayati dan terumbu karangnya yang menakjubkan. Namun, Dr. Rasman menambahkan, “Sebelum mencapai Wakatobi, semua akan melewati Baubau, kota yang telah memainkan peran penting dalam perdagangan maritim sejak abad ke-13, dikenal dengan nama Buton atau Butun.”
Sebagai negara kepulauan dengan wilayah laut seluas 6,4 juta kilometer dan lebih dari 50% penduduknya tinggal di wilayah pesisir, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mengelola sumber daya lautnya.
Dr. Rasman menekankan bahwa IMSP (Integrated Maritime Spatial Planning) digunakan sebagai landasan untuk mengelola kegiatan di wilayah pesisir dan laut sebelum dikeluarkannya izin lingkungan dan usaha. Hal ini bertujuan untuk menjamin keberlanjutan ekosistem laut dan meningkatkan adaptasi terhadap perubahan iklim.
“Pemerintah Kota Baubau telah mengidentifikasi tujuh kawasan prioritas pembangunan hijau, yaitu Kawasan Konservasi Laut, Kawasan Perikanan Berkelanjutan, Kawasan Pariwisata Terpadu, Kawasan Pengembangan Infrastruktur Hijau Kelautan, Kawasan Energi Terbarukan, Kawasan Pesisir Berkelanjutan, serta Kawasan Maritim untuk penelitian dan pengembangan,” ungkap Dr. Rasman dengan penuh keyakinan.
Menutup presentasinya, Dr. Rasman menyatakan harapannya agar forum Nice Climate Summit dapat menjadi wahana untuk membina kerja sama yang konstruktif dalam mencapai perencanaan tata ruang maritim yang berkelanjutan. “Kota pesisir yang berkelanjutan dengan perekonomian regional yang kuat, serta kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap perubahan iklim adalah visi yang kami kejar,” ujarnya.
Dengan penuh semangat, ia mengakhiri presentasinya dengan salam khas Baubau, “Barakatina Tana Wolio, terima kasih, Merci Beaucoup.”
Kehadiran Dr. Rasman di Nice Climate Summit ini menunjukkan komitmen Baubau dalam memajukan isu iklim dan pelestarian keanekaragaman hayati, serta memperkuat peran Indonesia di forum global dalam menjaga kelestarian maritim dan adaptasi perubahan iklim.
Laporan: Shen Keanu | Editor: M Djufri Rachim