LULOPEDIA.ID – Isu pelarangan kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil kembali mengemuka. Salah satu pulau yang menjadi sorotan terkait isu ini adalah Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara.
Namun di sisi lain fakta menunjukan beberapa regulasi memperbolehkan adanya kegiatan pertambangan di pulau-pulau kecil, termasuk Pulau Wawonii tersebut.
“Banyak regulasi yang mengatur soal itu. Mulai dari Keputusan Menteri ESDM, Perda Provinsi Sulawesi Tenggara dan juga Undang-undang,” ukata Marlion, S.H., CMLC, advokat sekaligus putra daerah asli Pulau Wawonii.
Pertama, di sektor ESDM, yang mengatur wilayah pertambangan di Provinsi Sulawesi Tenggara, disebutkan secara jelas melalui Keputusan Menteri ESDM No. 104.K/MB.01/MEM.B/2022 bahwa Pulau Wawonii, termasuk dalam wilayah yang dapat dilakukan kegiatan pertambangan.
Kedua, dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara No. 2 Tahun 2014 pun disebutkan bahwa wilayah usaha pertambangan di Sulawesi Tenggara berada di setiap kabupaten atau kota.
“Jika kita melihat pada peraturan-peraturan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan pertambangan dapat dilakukan di Pulau Wawonii ini,” jelas pria kelahiran Roko-Roko yang telah mengantongi Sertifikasi Konsultan dan Pengacara Pertambangan tersebut.
Ia kemudian menambahkan bahwa selama ini banyak orang yang menafsirkan secara sempit Undang-undang No. 27 tahun 2007, yang selalu menjadi dasar untuk menolak kegiatan pertambangan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Padahal, pada pasal 35 huruf k di UU No 27 tahun 2007 tersebut menjelaskan bahwa kegiatan pertambangan dilarang apabila secara teknis atau ekologis, sosial dan budaya, menimbulkan kerusakan, pencemaran atau merugikan masyarakat sekitar. Sehingga apabila suatu kegiatan pertambangan tidak menimbulkan berbagai dampak negatif dimaksud maka kegiatan pertambangan dapat dilakukan.
Terlebih lagi apabila kegiatan pertambangan tersebut justru membawa banyak dampak positif bagi masyarakat dan negara, perekonomian sekitar mulai bertumbuh, penyerapan tenaga kerja serta berbagai manfaat sosial ekonomi lainnya di masyarakat.
Hal senada juga disampaikan La Ode Dedi Ahmad, SH, advokat yang saat ini tinggal di Wawonii. Menurut dia, apabila perusahaan pertambangan patuh terhadap hukum yang berlaku, tidak menimbulkan kerusakan, pencemaran, dan kerugian maka perusahaan pertambangan seharusnya dapat diberikan ruang untuk melaksanakan kegiatannya.
“Pertambangan yang patuh hukum dan terbukti tidak menimbulkan kerusakan, pencemaran atau dampak negatif lainnya seperti yang dijelaskan pada UU No 27 Tahun 2007 pasal 35 huruf k, sudah seharusnya diperbolehkan untuk menambang,” jelas Dedi. (Sumber: Press Release)